Minggu, Januari 10, 2010

FILSAFAT XENOPHANES

PEMIKIRAN XENOPHANES
DAN ANALISIS FILSAFATNYA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Yunani adalah pencetus pertama kali teori dan konsep ilmu filsafat, baik tentang keberadaan Tuhan, jagat raya, maupun manusia sendiri. Secara global ajaran dan metode yang mereka guna- kan adalah bentuk keinginan untuk memahami materi dengan dasar pikiran dan ide. Sebab, kalau menelaah sejarah perkembangannya dari masa Yunani (baik kuno maupun klasik) timbulnya fil- safat itu karena ketidakpuasan menerima doktrinisasi mitos dan pemujaan kepada Dewa, sehingga mereka benar-benar ingin mengadakan pencarian Tuhan sebenarnya
            Namun, karena logika dan imajinasi seseorang itu tidak mungkin untuk mencapai kebenaran secara utuh tanpa dibarengi dengan wahyu, sangat wajar apabila pemikiran para filusuf itu tidak akan pernah menemukan ujung dan rumusan suatu masalah, sehingga tidak mustahil apabila di antara para filusufi itu ada yang terlalu bebas mengklaim ada dan tidaknya pencipta alam semesta ini.
Xenophanes misalnya, filusuf yang masuk dalam kategori abad permulaan dari perkemba- ngan filsafat Yunani ini agaknya lebih cenderung memaknai dan memahami Tuhan dengan yang ada dalam logikanya, sehingga dia tidak menerima dogma sifat Tuhan dengan apa yang telah di- yakini pendahulunya semisal Thales (625-545 SM) ataupun Phitagoras (± 572-497 SM) yang le- bih mengagungkan Tuhan dengan menyebut-Nya sebagai pencipta kebijaksanaan dan kearifan. Apalagi bila ajaran filsafat Xenophanes ini dibandingkan dengan keyakinan umat beragama -Is- lam misalnya- tentu hal ini akan bertolak belakang dan tidak sesuai dengan konsep iman mereka.
Namun, sebagai kajian ilmiah, tidak pantas apabila kita menyatakan ketidaksetujuan tentang pemikiran ahli filusuf ini dengan tanpa menyertakan argumen-argumen dan bantahan terhadap pemikiran filsafat mereka, sehingga yang diharapkan adalah terbentuknya korelasi antara filsafat dan analisanya. Mungkin idealnya adalah metode tanggapan yang dirumuskan oleh Al-Ghozali dalam kitabnya Tahafutul Falasifah, yang telah beliau sajikan sebagai bentuk tanggapan pemi- kiran ahli filsafat, baik filsafat Barat (misalnya pemikiran Aristoteles, Plato dll.), maupun filsafat Islam sendiri (misalnya Al Farobi dan Ibnu Sina).
Oleh karena itu, makalah ini akan mengkaji seputar pemikiran Xenophanes dan menganalisa filsafatnya dalam pandangan Islam dan konsep-konsepnya. Pemakalah memilih filsafat Xenopha- nes, karena pemikirannya tentang ketuhanan yang jauh dari tatanan Islam dan tidak sesuai deng- an doktrin ahli tauhid agama Islam ini layak untuk dianalisa dan dikaji ulang kembali. Sehingga harapan penulis akan terungkap kesalahan teori dan doktrin yang Xenophanes yakini agar kemudian tidak diikuti oleh generasi intelektual selanjutnya. Sebagai rumusan permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, akan pemakalah sampaikan poin-poin yang ada sebagaimana berikut ini.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat pemakalah rumuskan permasalahan yang ada sebagai berikut:
1). Sejarah Singkat Xenophanes
2). Pokok Pemikiran Xenophanes
3). Analisis Pemikirannya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Singkat Xenophanes
Ia lahir di Xolophon (sekitar 580-470 SM), Asia Kecil dan termasuk warga Ephesus kelas bangsawan dan bertempat tinggal di Lonia. Waktu berumur 25 tahun dia mengembara ke Yunani. Ia lebih tepat dikatakan penyair dari ahli pikir (filosof), hanya saja karena ia mempunyai daya nalar yang kritis dan mempelajari pemikiran-pemikiran filsafat pada waktu itu, namanya menjadi terkenal karena untuk pertama kali dia melontarkan anggapan adanya konflik antara pemikiran filsafat (rasio) dengan pemikiran mitos.
Jadi, dalam penyebutan sejarah perkembangan filusuf Yunani kuno, Xenophanes tidak terma- suk filusuf yang memberikan doktrin filsafat baru, tapi dia hanya menjelaskan dan mempertajam pemikiran tentang filsafat pendahulunya seperti Thales, Phitagoras maupun yang lainnya. Dia le- bih senang mengungkapkan misteri mistik (yang sudah menjadi mitos) dan dongeng-dongeng yang menggejala di abad Yunani kuno ini.
Pada dasarnya, timbulnya pemikiran Xenophanes adalah karena ketidaksetujuan batinnya ter- hadap konsep dan ajaran orang-orang Yunani kala itu untuk mencari-cari dengan akalnya dari mana asal alam semesta yang menakjubkan itu. Mite-mite tentang pelangi atau bianglala adalah tempat para bidadari turun dari surga, mite ini disanggah oleh Xenophanes bahwa pelangi adalah awan belaka dan tidak ada hubungannya dengan bidadari surga .
B. Pokok Pemikiran Xenophanes
Sebagaimana yang telah pemakalah ungkapkan di atas, timbulnya filsafat Xenophanes adalah sebuah bentuk interupsinya terhadap pemikiran dan pemahaman orang-orang yang hidup di seki- tar zaman 600 SM ini. Pendapatnya yang termuat dalam kritik terhadap Homerus dan Herodotus misalnya, menunjukkan hal tersebut. Dengan tegas dia membantah adanya antropomorfosisme Tuhan-Tuhan, yaitu Tuhan digambarkan sebagai (seakan-akan) manusia. Karena menurutnya manusia selalu mempunyai kecenderungan berpikir dan lain-lainya. Xenophanes percaya pada satu Dewa yang wujud dan pikirannya tidak seperti manusia (yang dengan mudah akan mengu- bah sesuatu dengan batinnya).
Jadi, menurut dia, Tuhan/Dewa yang digambarkan dengan sifat manusia itu salah, sebab Tu- han tidak layak untuk berpikir dan merenung sebagaimana manusia pada umumnya (yang piki- rannya tidak bisa menemukan hasil dan berujung yang nyata serta hanya bisa berakhir dengan pertanyaan, dugaan, ketidakpastian dan kelemahan-kelemahan lainnya).
Di antara perkataanya adalah, "Kebenaran yang pasti adalah bahwa tidak ada seorangpun yang tahu atau akan pernah tahu tentang Dewa-Dewa dan segala hal yang saya bicarakan itu. Ya, bahkan kalau pun seorang manusia kebetulan mengatakan suatu yang memang benar, ia sendiri pun tidak tahu bahwa itu benar, tidak ada lainnya lagi kecuali dugaan". Isi syairnya menentang takhayul tentang sifat-sifat Tuhan yang dipahami pada waktu itu. Orang-orang memahami bahwa Tuhan itu banyak dan wujud menjadi kepala dari berbagai kehidupan, ada yang menjadi kepala pencuri, pembengis, dan banyak hal.
Xenophanes juga membantah bahwa Tuhan bersifat kekal dan tidak mempunyai permulaan. Ia menolak anggapan adanya Tuhan mempunyai jumlah yang banyak dan menekankan atas ke- esaan Tuhan. Kritik ini ditujukan kepada anggapan lama yang berdasarkan pada mitiologi. Dia juga meyakini bahwa sesuatu itu tercipta dari tanah dan air . Tentang ajaran Tuhan, dia menye- butkan, "Makhluk yang fana ini mengira sekalian Tuhannya itu dilahirkan, berbaju, bersuara, dan bertubuh seperti mereka itu pula. Tetapi kalau sapi, kuda, dan singa mempunyai tangan dan pandai menggambar niscayalah sapi itu menggambar Tuhannya serupa kuda, dan singa menggambarkan Tuhannya seperti singa". Sungguhpun Xenophanes memberikan banyak petuah-petuah yang baru, ia tidak sampai menjadi maha guru filosofi Elea, sebab ajarannya itu tidak tersusun dan teratur. Ajarannya itu keluar dari mulutnya sabagai perasaan hatinya, ilham barang kali.
C. Analisis Pemikirannya
Untuk lebih sesuai dan runtut dalam menganalisa pemikiran Xenophanes secara filsafat Is- lam, akan pemakalah klasifikasikan lebih dahulu poin-poin yang dimaksudkan sebagaimana berikut.
C.1 Pemikiran Xenophanes Tentang Sifat Qodimnya Tuhan
Xenophanes yang memercayai adanya Tuhan tidak seperti manusia (menolak antropomor- fosisme) benar adanya. Sedangkan penafiaannya tentang qodimnya Tuhan, itu malah menyang- kal pemikirannya tersebut. Kalau Tuhan itu tidak sama dengan makhluq, berarti dia juga harus berbeda dalam keberadaannya. Secara runtutnya begini, Tuhan yang telah menciptakan alam ini, harus wajib wujudnya, sebab andaikata Tuhan itu jawaz wujudnya (boleh wujud boleh tidak), lalu faktor apakah yang mendorong terciptanya Tuhan? Dan siapakah yang telah menciptakan Tuhan? Kalau disebut jawaz tidak mungkin Dia ada dengan sendirinya (sebab tidak ada sesuatu yang jawaz itu dapat bergerak, tumbuh, tercipta dengan sendirinya). Oleh karena itu, Tuhan wa- jib adanya (secara akal), dan kewajiban wajib itu dapat dibuktikan apabila Tuhan itu qodim (tia- da yang memulai wujudnya), sebab bila Ia ada yang memulai berarti hadis (baru), kalau baru berarti jawaz adanya.
C.2 Pemikirannya Tentang Sifat Baqonya Tuhan
Baqo (abadi) merupakan sifat ketuhanan yang membedakan-Nya dengan makhluk. Sifat ini adalah konsekwen dari sifat qodim tadi, sebab bila Tuhan diyakini qodimnya maka tidak ada pe- luang untuk membuat Tuhan itu menjadi 'adam (tiada setelah ada). Karena bagaimanapun juga sifat 'adam adalah implementasi sifat hudus (baru), artinya bila sesuatu itu hudus maka dia juga bias 'adam lagi, sebab ada dan tidaknya itu sama (jawaz). Oleh karena itu, Mutakallimun mem- berikan kaidah bahwa sesuatu yang qodim itu tidak mungkin 'adam, tapi harus ada untuk selama-lamanya (baqo').
Jadi, kesimpulan yang dijelaskan oleh Xenophanes bahwa Tuhan tidak baqo itu sama artinya dengan merobohkan keyakinannya tentang kesalahan antropomorfosisme Tuhan. Sebab, dengan meyakini Tuhan bisa hancur (punah), sama dengan menyamakan Tuhan itu dengan manusia yang kehidupannya tergantung pada sesuatu lain.
C.3 Keyakinannya Bahwa Sesuatu Tercipta Dari Tanah Dan Air
Secara jelas Al Quran juga menegaskan pernyataan bahwa semua yang ada itu tercipta dari air, semisal surat al Anbiyak ayat 30 yang artinya: "Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya, dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Me- ngapakah mereka tiada juga beriman?" (QS. Al Anbiyak: 30). As-Syikinthi menyebutkan bahwa arti menjadikan sesuatu dari air adalah terjadinya hal tersebut dengan komponen air, baik secara langsung maupun tidak. Langsung seperti hewan-hewan yang tumbuh dalam air, sedangkan yang tidak langsung semisal pepohonan yang membutuhkan air atau sperma yang tersusun dari kom- ponen air.
Namun menurut Ar-Rozi tidak semua yang ada itu tercipta dari air, malaikat misalnya, ter- cipta dari cahaya karena tidak ada unsur air di dalamnya. Jin juga tercipta dari api tidak air se- bagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya, burung yang diciptakan Nabi Isa dengan izin-Nya dari segenggam tanah liat. Jadi, secara garis besar sesuatu itu tercipta dari air namun tidak se- muanya.
C.4 Ketidakpercayaannya Bahwa Manusia Bisa Menemukan Kebenaran
Kalau kita memahami pola berpikirnya filusuf ini, seakan-akan dia tidak menerima adanya kebenaran mutlak yang ditimbulkan oleh akal pikir manusia, karena hasil dari berpikir (sebagai- mana yang kami sebutkan di atas) adalah dugaan semata, tidak sampai menuju pada keyakinan atau kepastian nyata. Dan memang kenyataannya seperti ini, setiap statemen yang timbulnya dari hasil pikiran dan renungan manusia itu tetap masih bisa dikaji ulang dan diteliti kembali kebena- rannya, sebab bagaimanapun hebatnya manusia, adanya rumusan dan gambaran pengetahuan yang dia simpulkan itu berdasar pada eksperimen dan dinamika alam semesta beserta isinya ini. Sementara perkembangan alam selanjutnya kadang-kadang juga tidak senada dengan kesimpulan yang mereka berikan.
Misalnya, teori sebagian filusuf (sebagaimana yang telah dibantah oleh Al-Ghozali dalam ki- tabnya Tahafutul Falasifah) tentang keberadaan alam semesta ini sudah terwujud tanpa ada pendahulu (qodim), hal ini bila dikaitkan dengan sistem tata surya yang selalu berubah dan menuntut adanya pergeseran materi, maka dengan sendirinya akan merobohkan teori-teori dan konsep ahli filsafat tersebut. Sebab, bagaimana mungkin dinamika alam ini muncul dengan sendirinya tanpa ada penggerak dan pengaturnya (yaitu Tuhan swt. dalam keyakinan umat Is- lam), oleh karena itu, sekalipun sulit untuk menemukan jati diri dan keberadaan penggerak tersebut, Thales dan Phitagoras tetap meyakininya dengan sepenuh hati.
Namun, tidak semua yang diyakini Xenophanes ini benar. Karena dia lebih mengedepankan hukuman terhadap sesuatu dengan universal, sementara ada di antara manusia sendiri yang men- dapatkan kebenaran mutlak dalam berpikirnya karena mendapatkan bimbingan wahyu dan tun- tunan dari Tuhan swt., Nabi saw. misalnya, secara garis besar apa yang telah dipahami dan beliau katakan itu pasti benar adanya, sebab andai saja beliau melakukan kesalahan dalam berpikir atau memahami perintah dari-Nya, tentu Allah swt. akan segera mengingatkan dan meluruskan kesa- lahan Nabi, dan tidak akan meninggalkan beliau dalam kubangan kesalahan dan kesesatan baik dalam berpikir maupun bertindak.
Jadi, kalau menyebutkan pemikiran manusia itu bersifat praduga dan tidak berujung dengan keyakinan itu memang benar adanya, tapi harus mengecualikan pemikiran para nabi dan rasul-rasul Allah swt. yang telah mendapatkan legalitas dari-Nya sebagai bentuk syariat akan diker- jakan oleh seluruh umat. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Malik bin Anas ra. bahwa semua perkataan dan pemikiran seseorang itu pasti akan dibantah, disetujui, dan dikaji ulang, kecuali orang yang mempunyai makam yang mulia ini (yaitu Nabi Muhamad saw.) .

BAB III
SIMPULAN
Secara mendasar ajaran para filusuf Yunani tidaklah semuanya salah, namun ada yang sesuai dengan tuntunan syariat Islam, karena bagaimanapun juga di antara mereka itu ada yang mengambil ajaran pemikiran dari nabi-nabi yang ada pada masa mereka. Phitagoras misalnya, filusuf yang dikenal arif dan bijaksananya ini juga salah satu orang yang telah menimba ilmu dari
Nabi Sulaiman as. dan mendapatkan ilmu-ilmu hikmah beliau.
Namun juga tidak semuanya filusuf itu mempunyai ajaran yang benar dan sesuai dengan tatanan kehidupan umat beragama, sebab buah dari perjalanan panjang pemikiran yang tidak ada penguat dari wahyu adalah kejanggalan, kebingungan, kecemasan, dan sifat dugaan saja. Sehing- ga wajar saja bila filusuf seperti Xenophanes mengklaim sesuatu dengan akal dan pemikirannya yang terbatas, walaupun secara nalar umat beragama hal itu tidaklah rasional.
Oleh sebab itu kebenaran akal itu harus dibarengi dengan tuntunan dan ajaran Tuhan swt. baik dengan lewat nabi-Nya maupun rasul-rasul-Nya. Dengan demikian akan terciptalah kolerasi antara akal, alam, dan wahyu dengan membentuk tatanan yang rapi dan sesuai aturan kehendak Tuhan YME.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Baijuri, Ibrahim.t.t. Kifayah al Awam. Surabaya: Al Haromain.
Al-Ghozali, Muhamad bin Muhamad. t.t. Tahafutul Falasifah. t.tp.: t.tpn.
Al-Maliki, Muhamad Alawi.t.t. Manhal al Latif. Surabaya: Al Haromain.
As-Syakhkhud, Ali bin Naif. t.t. Mausuah ar Rod Al al Madzahib al Fikriyyah. t.tp.: t.tpn.
As-Syahrastani, Muhamad. 1404 H. Al Milal wa an Nihal. Bairut: Dar al Makrifah.
As-Syinkithi, Muhamad Amin. 1995. Adwa' al Bayan. Bairut: Dar al Fikr. Maktabah: Syamilah.
Mohammad Hatta. 1986. Alam Pikiran Yunani. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Muzairi. 2009. Filsafat Umum. Yogyakarta: Teras.
Sigit Jatmiko, dkk. 2004. Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sirojudin Abas. Philoshopia. Retrieved November 18. 2009. from: http://www. mail-archive.com/sahabatinteraktif@yahoogroups.com/msg44618.html/_.
Syekh, Maimoen. t.t. Ta'liqot Jauhar at Tauhid. Sarang: Al Anwar.

1 komentar:

Xafvie mengatakan...

I'll waiting for the next article(s)

SMS GRATIS